ANALISA KASUS BANK GLOBAL
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak
terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia pada akhir tahun 1990-an
hingga kemudian krisis keuangan global yang terjadi dipenghujung tahun 2008
yang dampaknya masih terasa hingga kini, masalah corporate governance semakin
mendapatkan perhatian yang besar dari masyarakat dan pemerintah.
Banyak para
pengamat keuangan maupun pengamat usaha berpendapat bahwa salah satu penyebab
permasalahan dan persoalan yang dihadapi oleh perusahaan – perusahaan di
Indonesia maupun perusahaan-perusahaan berskala global tersebut karena masih
kurangnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Good corporate
governance pada dasarnya merupakan konsep yang menyangkut
struktur Perseroan, pembagian tugas, pembagian kewenangan dan pembagian beban
tanggung jawab masing-masing unsur dari struktur Perseroan. Disamping itu
berkaitan juga dengan hubungan antar-unsur struktur Perseroan mulai dari Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, Dewan Komisaris, serta mengatur hubungan
antara struktur Perseroan dan unsur-unsur di luar Perseroan yang hakekatnya
merupakan stakeholders Perseroan, yaitu negara (yang berkepentingan atas
pajak) dan masyarakat luas yang meliputi para investor
publik Perseroan itu
(dalam hal Perseroan tersebut adalah perusahaan publik), calon investor,
kreditor dan calon kreditor.
1.2 Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang diatas maka ada
bebarapa rumusan masalah yang kita bahas lebih lanjut pada BAB berikutnya.
Adapun rumusan masalah yang dimaksud adalah :
a. Pembahasan kasus bank global
b. Definisi, tujuan dan primsip-prinsip GCG
c.
Struktur
kepemilikan dalam perusahaan
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah selain untuk memenuhi
tugas dari dosen mata kuliah Tata
Kelola juga sebagai tambahan referensi dan wacana bagi
teman-teman yang ingin mencari informasi tambahan mengenai materi kasus Bank Global.
BAB 2
Landasan Teori
2.1 GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Tata kelola preusahaan yang baik, atau yang lebih
populer dengan istilah Good Corporate
Governance (GCG), adalah suatu proses dan struktur yang digunakan untuk
meningkatkan keberhasilan usaha, dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan atau
meningkatkan nilai perusahaan (Corporate
Value) dalam jangka panjang dengan memperhatikan kepentingan stakeholder berlandaskan peraturan perundang-undangan, moral dan
etika.
a.
Pengertian Good Corporate
Governance
Untuk memperoleh gambaran tentang pengertian Corporate Governance, berikut
dikemukakan pengertian Good Corporate
Governance menurut SK Menteri BUMN Nomor. KEP-117/M-MBU/2002 tentang
Penerapan Praktik Good Corporate
Governance pada BUMN yang dikutip oleh Sedarmayanti
dinyatakan sebagai berikut :
“Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan
nilai pemegang saham dalam jangka panjang dan tetap mempertahankan kepentingan stakeholder lainnya, berdasarkan
peraturan perundangan dan nilai-nilai etika”.
Sedangkan menurut Imam
Sjahputra tunggal dan Amin Widjaja
Tunggal pengertian tentang Good Corporate Governance adalah :
“Corporate Governance adalah sekumpulan hukum, peraturan, dan
kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber
perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang
yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara
keseluruhan.”
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governane adalah sistem,
proses, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak
yang berkepentingan terutama hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris,
dan dewan direksi demi tercapainya tujuan organisasi.
b.
Prinsip-prinsip Good Corporate
Governance
Prinsip Good
Corporate Governance diharapkan menjadi titik rujukan pembuat kebijakan
(pemerintah) dalam membangun kerangka kerja penerapan Corporate Governance. Bagi pelaku usaha dan pasar modal, prinsip
ini dapat menjadi pedoman mengolaborasi praktek terbaik bagi peningkatan nilai
dan keberlangsungan perusahaan.
Menurut SK
Menteri BUMN Nomor : Kep. 117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance yang
dikutip oleh Sedarmayanti diutarakan
bahwa prinsip-prinsip Good Corporate
Governance meliputi :
1. Transparansi
2. Kemandirian
3. Akuntabilitas
4. Responsibilitas
5. Kewajaran (fairness)
Uraian mengenai kutipan diatas adalah sebagai
berikut :
1.
Transparansi
Yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan
mengenai perusahaan.
2.
Kemandirian
Suatu keadaan dimana
perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
3.
Akuntabilitas
Kejelasan fungsi. Pelaksanaan
dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efektif.
4.
Responsibilitas
Kesesuaian di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5.
Kewajaran (Fairness)
Keadilan dan kesetaraan di
dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.
Tujuan Good Corporate
Governance
Corporate Governance yang baik diakui
membantu mengebalkan perusahaan dari kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan. Dalam banyak hal GCG yang baik telah
terukti juga meningkatkan kinerja korporat.
Dalam
keputusan BUMN Nomor Kep. :
117/M-MBU/2000 diutarakan bahwa penerapan GCG pada BUMN bertujuan untuk :
1. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara
meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya,
bertanggungjawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik
secara nasional maupun internasional.
2. Mendorong
pengelolaan BUMN secara profesional, transparan, dan efisien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
3. Mendorong
agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi
nilai moral yang tinggi dalam kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap
stakeholder maaupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.
4. Meningkatkan kontribusi BUMN
dalam perekonomian nasional.
5. Meningkatkan investasi nasional.
6. Mensukseskan
program privatisasi.
Tindakan pemantauan efektifitas praktik Corporate Governance dalam suatu BUMN
merupakan tanggung jawab dari dan dilakukan oleh Komisaris atau Dewan Pengawas.
Dalam hal ini pemegang saham atau pemilik modal tidak diperkenankan mencampuri
kegiatan operasional perusahaan yang menjadi tanggung jawab Direksi sesuai
dengan ketentuan anggaran dasar perusahaan dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Corporate
Governance sebagai suatu sistem bagaimana suatu
perusahaan dikelola dan diawasi, pelaksanaan GCG membawa banyak manfaat dari
penerapannya.
Berikut ini pendapat beberapa tokoh, menurut The
forum for Corporate Governance in
Indonesia yang dikutip oleh Imam
Sjahputra Tunggal dan Amin Widjaja Tunggal, kegunaan dari Corporate Governance yang baik adalah :
1. Lebih mudah
memperoleh modal.
2. Biaya modal (cost of capital) yang lebih rendah.
3. Memperbaiki
kinerja usaha.
4. Mempengaruhi
harga saham.
5. Memperbaiki
kinerja ekonomi.
Sedangkan menurut David
Melvill, president Chartered Institute of Management Accountant, ada beberapa keuntungan dari penerapan GCG, antara lain:
“Mengurangi risiko, membantu menjamin kepatuhan dengan
peraturan yang ada, meningkatkan kepemimpinan di dalam perusahaan, memacu
kinerja, membantu perusahaan dalam upaya go
public, meningkatkan kepercayaan para pemegang sahamdan akuntabilitas sosial akan terungkap
jelas”.
Corporate
Governance yang baik merupakan langkah yang penting
dalam membangun kepercayaan pasar (market
convidence) dan mendorong arus investasi internasional yang stabil
dan bersifat jangka panjang. Jadi berdasarkan beberapa manfaat di atas dapat
disimpulkan bahwa manfaat GCG antara lain adalah entitas bisnis akan menjadi
lebih efisien, meningkatkan kepercayaan publik, dapat mengukur target kinerja
perusahaan, meningkatkan produktivitas, meningkatkan harga saham, meningkatkan corporate image.
2.2 STRUKTUR
KEPEMILIKAN DI PERUSAHAAN
a.
Akuntabilitas Pemegang Saham
Tanggung jawab pemegang saham melalui pengawasan efektif
berdasarkan keseimbangan kekuasaan antar manajer, pemegang saham, dewan
komisaris, dan auditor, merupakan bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada
perusahaan dan pemegangsaham.
Pemegang saham bertanggung jawab dalam mengawasi jalannya perusahaan agar efektif dalam mencapai tujuannya, memilih dan mengangkat direksi dan komisaris, serta memegang kekuasaan tertinggi di perusahaan untuk mengambil keputusan melalui RUPS.
Pemegang saham bertanggung jawab dalam mengawasi jalannya perusahaan agar efektif dalam mencapai tujuannya, memilih dan mengangkat direksi dan komisaris, serta memegang kekuasaan tertinggi di perusahaan untuk mengambil keputusan melalui RUPS.
Organ perseroan menurut UU No.1/1995 tentang Perseroan
Terbatas adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris. RUPS adalah Organ
perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala
wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan komisaris dalam batas yang
ditentukan UU No.1/1995 dan atau anggaran dasar. RUPS berhak memperoleh segala
keterangan yang berkaitan dengan segala kepentingan perseroan dari Direksi dan
atau Komisaris.
b.
Dewan Komisaris
A.
Pengertian Komisaris
Komisaris
adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi
nasihat kepada Direksi.
B.
Pengangkatan Komisaris
Pengangkatan Komisaris dapat dilakukan dengan cara:
1. Komisaris diangkat oleh RUPS
2. Komisaris Perseroan
terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih
3. Anggota Dewan Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. Tata cara pengangkatan diatur dalam Anggaran Dasar.
4. Yang dapat diangkat menjadi anggota Komisaris adalah orang
perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan
pailit atau dihukum karena merugikan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum
pengangkatan.
C. Pemberhentian Komisaris
Komisaris dapat diberhentikan apabila:
1. Masa tugas Komisaris ditetapkan dalam Anggaran Dasar/Akte Pendirian
2. Komisaris
dapat diberhentikan sementara waktu oleh RUPS
D. Tugas Komisaris
Tugas Utama Komisaris adalah Komisaris wajib
melakukan pengawasan terhadap kebijakan Direksi dalam menjalankan perseroan
serta memberi nasihat keapada Direksi. Fungsi pengawasan dapat dilakukan oleh
masing-masing Anggota Komisaris namun keputusan pemberian nasihat dilakukan
atas nama Komisaris secara Kolektif (sebagai Board). Fungsi pengawasan adalah
proses yang berkelanjutan. Oleh karena itu, Komisaris wajib berkomitmen tinggi
untuk menyediakan waktu dan melaksanakan seluruh tugas komisaris secara
bertanggung jawab.
Pelaksanaan tugas tersebut diantaranya adalah :
a.
Pelaksanaan rapat secara
berkala satu bulan sekali
b.
Pemberian nasihat, tanggapan
dan/atau persetujuan secara tepat waktu dan berdasarkan pertimbangan yang
memadai
c.
Pemberdayaan komite-komite yang
dimiliki Komisaris. Contohnya Komite Audit, Komite Nominasi dll.
d.
Mendorong terlaksananya
implementasi good corporate governance.
E.
Wewenang Komisaris
Komisaris memiliki 2 (dua) wewenang, yaitu :
1.
Wewenang Preventif
a.
Di dalam Anggaran Dasar
Perseroan dapat ditetapkan wewenang Dewan komisaris untuk memberikan
persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum
tertentu (Pasal 117 ayat 1 UU PT).
b.
Jika direksi berhalangan dapat
bertindak sebagai pengurus
c.
Meminta keterangan
kepada Direksi
d.
Berwenang memasuki
ruangan/tempat penyimpanan barang milik Perseroan untuk pengawasan.
2.
Wewenang Represif
Dewan Komisaris dapat memberhentikan anggota Direksi untuk sementara
dengan menyebutkan alasannya (Pasal 106 UU PT).
F.
Kewajiban Komisaris
Kewajiban Komisaris, yaitu :
a.
Komisaris berkewajiban
mengawasi kebijakan Direksi dalam menjalankan Perseroan serta memberikan
nasihat kepada Direksi
b.
Komisaris wajib dengan itikad
baik dan penuh tanggungjawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha
Perseroan
c.
Komisaris wajib melapor kepada
Perseroan tentang kepemilikan sahamnya beserta keluarganya.
Pertanggungjawaban Pribadi Dewan Komisaris
1.
Dalam
hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam
melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan
kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan
akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung
renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum
dilunasi.
2.
Tanggung
jawab berlaku juga bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak menjabat 5
(lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
3.
Anggota
Dewan Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan
Perseroan apabila dapat membuktikan:
a)
kepailitan
tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b)
telah
melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c)
tidak
mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan
d)
telah
memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.
c.
Direksi
A. Pengertian Direksi
Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang
dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan
Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mwakili Perseroan,
baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
B.
Pengangkatan Direksi
1. Direksi
diangkat oleh RUPS
2. Direksi Perseroan terdiri atas
1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih
3. Yang dapat diangkat menjadi anggota
Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum
dan tidak pernah dinyatakan pailit atau dihukum karena merugikan negara dalam
waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
C. Tugas Direksi
Direksi dalam menjalankan perseroan
memiliki, tugas-tugas, yaitu :
1.
Direksi wajib dengan itikad
baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas pengurusan
Perseroan dengan tetap memperhatikan keseimbangan kepentingan seluruh pihak
yang berkepentingan dengan aktivitas Perseroan
2.
Direksi
wajib tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Anggaran
Dasar dan keputusan RUPS dan memastikan seluruh aktivitas Perseroan telah
sesuai dengan ketentuan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku,
Anggaran Dasar, keputusan RUPS serta peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh
Perseroan
3.
Direksi
dalam memimpin dan mengurus Perseroan semata-mata hanya untuk kepentingan dan
tujuan Perseroan dan senantiasa berusaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas
Perseroan
4.
Direksi
senantiasa memelihara dan mengurus kekayaan Perseroan secara amanah dan
transparan. Untuk itu Direksi mengembangkan system pengendalian internal dan
system manajemen resiko secara terstruktural dan komprehensif
5.
Direksi akan menghindari
kondisi dimana tugas dan kepentingan Perseroan berbenturan dengan kepentingan
pribadi.
C. Berakhirnya Masa Tugas Direksi
1.
Anggota Direksi dapat
diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan
alasannya
2.
Jangka waktu masa tugas direksi
diatur dalam Anggaran Dasar atau Akte Pendirian
3.
Jika
diberhentikan sementara waktu sebelum masa tugasnya oleh RUPS/Komisaris maka
dalam jangka waktu 30 hari diadakan RUPS untuk memberi kesempatan Direksi
tersebut membela diri. Apabila dalam jangka waktu 30 hari tidak ada RUPS maka
pemberhentian sementara batal demi hokum
4.
Pemberhentian
anggota Direksi berlaku sejak:
a. ditutupnya RUPS apabila anggota Direksi diberhentikan sewaktu-waktu
b. tanggal keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi
c. tanggal lain yang ditetapkan dalam RUPS
D. Kewajiban Direksi
Kewajiban Direksi di dalam perseroan, yaitu :
1.
Direksi wajib bertanggung jawab
penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan serta
mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sebagai organ yang
wajib bertanggungjawab, Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusan itu kepada
RUPS
2.
Direksi wajib membuat dan
memelihara Daftar Pemegang Saham, Risalah RUPS dan Risalah Rapat Direksi,
menyelenggarakan pembukuan Perseroan; melaporkan kepemilikan sahamnya dan
keluarga yang dimiliki pada Perseroan atau Perseroan lain.
3.
Direksi wajib menyiapkan
laporan tahunan (termasuk pertanggung jawaban tahunan) untuk RUPS.
4.
Direksi wajib memberikan
keterangan kepada RUPS mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan
perseroan.
5.
Direksi
menyelenggarakan RUPS tahunan atau RUPS lain yang dianggap perlu (termasuk
melakukan pemanggilan dan lain-lain).
6.
Direksi wajib meminta
persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan sebagian besar atau
seluruh kekayaan Perseroan.
7.
Direksi
wajib menyiapkan rencana penggabungan, peleburan atau pengambilalihan untuk
diajukan kepada RUPS.
E. Kewenangan Direksi
Direksi
memiliki kewenangan, yaitu :
1.Direksi berwenang untuk
mengusulkan kepada RUPS :
a)
Perubahan anggaran dasar
b)
Pembelian kembali saham dan
pengalihan saham tersebut kepada pihak lain
c)
Penambahan modal
d)
Pengurangan modal
e)
Penggunaan laba dan pembagian
deviden
f)
Pembubaran perseroan
2. Direksi berwenang
untuk mengatur dan menyelenggarakan kegiatan usaha Perseroan
3.
Direksi berwenang mengelola kekayaan Perseroan
4.
Direksi berwenang mewakili Perseroan di dalam dan di
luar Pengadilan
5. Direksi
berwenang untuk mendapatkan gaji dan tunjangan lainnya sesuai Anggaran Dasar/Akte
Pendirian
6.
Direksi berwenang untuk membela diri dalam forum RUPS jika Direksi
telah
diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS/Komisaris
F . Pertanggungjawaban Pribadi Direksi
- Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.
- Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.
- Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian apabila dapat membuktikan:
a.
kerugian tersebut bukan
karena kesalahan atau kelalaiannya;
b.
telah melakukan pengurusan
dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1
Tentang Perusahaan
Bank Global merupakan jenis
perusahaan terbuka, sebagian besar memiliki saham di bawah 5
persen. Adapun dua perusahaan yang memiliki saham diatas 5 persen diantaranya PT
Permata Prima Jaya tercatat sebesar 9 persen dan PT Intermed Prima Jaya sebesar 12 persen. Sebelumnya
menurut data di Bursa Efek Jakarta, kepemilikan saham terdiri dana publik sebanyak 75 persen, Irawan
Salim 0,875 persen.
Beberapa pemegang dana pensiun seperti Pertamina, Jamsostek, Bukopin merupakan pemegang
obligasi sub ordinasi Bank Global.
3.2 Kasus
Bank Global
Secara kronologisnya, kasus Bank Global mulai tercuat pada 31 Mei
2004 dimana Surat Bank Indonesia No 6/38/DPwB11/Rahasia perihal Tingkat
Kesehatan Bank Global, yang menerangkan Bank Global tergolong bank sehat, dan pada 10
September 2004, Bank Global dinyatakan
sebagai bank umum peserta penjamin pemerintah oleh Depkeu Unit Pelaksana
Penjamin Pemerintah. Namun pada 13 Desember 2004 Bank Global kemudian dinyatakan
dalam status Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU).
Kemudian pada 13 Januari 2005 Bank Global telah
dicabut izin usahanya oleh Gubernur BI berdasarkan Keputusan Gubernur BI No
7/2/Kep.GBI/2005. Setelah dicabut, Menkeu RI meminta kepada BPKP untuk
melakukan verifikasi atas data informasi kewajiban Bank Global dan menyampaikan
ke Menkeu. Lalu pada 7 November 2005, Menkeu telah meminta nasabah Bank Global
untuk mengajukan tagihan atas kewajiban Bank Global, di mana pengajuan tagihan
itu disampaikan paling lambat 21 November 2005. Namun pada 28 Maret 2006,
Menkeu mengeluarkan surat keputusan SR-47/MK.01/2006 soal penyelesaian
penjamiman nasbah eks PT Bank Global Internasional ternyata tidak dijamin.
Akibat putusan itu, nasabah Bank Global melakukan somasi kepada Menkeu untuk mengeluarkan putusan pencairan simpanan pada 8 Agustus 2006. Karena tidak ditanggapi, maka nasabah Bank Global mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta pada 2 Maret 2007, yang kemudian berlanjut sampai PK MA.
Akibat putusan itu, nasabah Bank Global melakukan somasi kepada Menkeu untuk mengeluarkan putusan pencairan simpanan pada 8 Agustus 2006. Karena tidak ditanggapi, maka nasabah Bank Global mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta pada 2 Maret 2007, yang kemudian berlanjut sampai PK MA.
3.3 Pelanggaran Prinsip Tata Kelola yang Terjadi
di Perusahaan
Dalam
Kasus ini PT Bank Global telah melanggar prinsip Good Corporate Governance yang telah ditetapkan, diantaranya adalah
Transperency dan Akuntabilitas.
sebagai perusahaan terbuka,
semestinya Bank Global transparan dan menerapkan dengan seksama asas good
corporate governance. Tak boleh ada informasi material yang disembunyikan.
Penurunan CAR dari 44,84 % per September 2004 menjadi minus 39 % dalam tempo
dua bulan menunjukkan ada informasi material yang disembunyikan. Para investor
yang hanya mengandalkan data September 2004 tentu akan terkecoh.
Kehancuran Bank Global sangat boleh jadi disebabkan oleh sebuah kolusi
antara pengelola Bank Global dengan Prudence Asset Management (PAM). Bank
Global memperdagangkan surat berharga yang disebut reksadana, di mana para
pembelinya adalah nasabah bank itu. Karena reksadana yang dijual bernama
prudence, wajar saja jika orang langsung menghubungkan dengan PAM. Meski pihak
PAM membantah, masyarakat cenderung berpendapat bahwa reksadana prudence
diterbitkan oleh PAM.
Keroposnya pengelolaan manajemen perbankan kita,
kelemahan struktural dalam pengelolaan usaha bank sebagai lembaga kepercayaan,
kurangnya transparansi dan pemahaman nasabah terhadap laporan keuangan bank
bersangkutan, serta kelemahan infrastruktur pengawasan bank, kerapkali menjadi
kendala hampir kebanyakan bank di Indonesia. Mungkin hal ini juga tidak
terlepas dari kondisi perbankan nasional secara menyeluruh.
Sayangnya, lebih dari
lima tahun dalam supervisi BPPN (yang telah dilikuidasi) dan BI, bank-bank
besar terutama bank-bank ''pelat merah'' masih sakit. Sampai kini, sektor
perbankan masih harus disusui oleh pemerintah. Memang, krisis telah menciutkan
jumlah bank. Tetapi, pengorbanan masyarakat sungguh luar biasa. Bank telah
disuntik obligasi rekapitalisasi senilai Rp 650 trilyun. Ini belum termasuk
dana BLBI senilai Rp 144,5 trilyun. Kini, apa hasilnya? Dari sekitar Rp 850
trilyun dana masyarakat yang dihimpun di perbankan, hanya 48% yang disalurkan
kembali sebagai kredit. Sisanya menumpuk di BI dalam bentuk SBI dan obligasi
rekapitalisasi yang bunganya dibayar (disubsidi) APBN. Pada tahun 2004, subsidi
bunga obligasi rekapitalisasi itu mencapai sekitar Rp 48 trilyun.
Sehatnya sebuah
bank tidak hanya berpatokan pada aset (modal) semata, tetapi juga harus
memperhitungkan faktor manajemen risiko yang meliputi delapan faktor, yakni risiko
kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum,
risiko strategi, risiko kepatuhan dan risiko reputasi. Tidak sedikit para
bankir yang tidak bisa mengelola manajemen risiko dengan baik, sehingga terjadi
pelanggaran prinsip kehati-hatian bank. Yang terpenting dari kasus-kasus
pembekuan bank adalah pembelajaran bagi pemilik maupun pengurus bank untuk
bercermin diri dalam pengelolaan keuangan dan manajemen perbankan agar tidak
menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang ada, serta diharuskan menerapkan
prudent banking. Lebih khusus lagi, bagi para nasabah agar tidak gegabah dan
senantiasa berhati-hati jika ingin menempatkan dananya pada lembaga perbankan
maupun lembaga keuangan lainnya.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Bank Indonesia
membekukan kegiatan usaha PT.Bank Global
SEJAK 14 Desember 2004, Bank Indonesia (BI) membekukan kegiatan
usaha (BKU) PT Bank Global Tbk. Sekitar 8.000 nasabah yang tercatat di 13
kantor cabang terpaksa kerepotan mengurus dananya. Bukan hanya itu, ratusan
investor publik pemegang saham juga menjadi tak jelas investasinya. Belum lagi
bank dan pihak lain yang memiliki tagihan. Nasib ratusan karyawan pun menjadi
tak menentu di tengah sulitnya lapangan kerja. Apa jadinya kalau mereka di-PHK?
Jelas, akan menambah deretan panjang pengangguran. Semua itu tentu akan
menambah beban pemerintah dalam memulihkan roda perekonomian, terutama sektor
real
4.2 Empat alasan
ditutupnya Bank Global
•Pertama, terus memburuknya kondisi keuangan Bank Global.
•Kedua, tidak menyetorkan tambahan modal yang diminta BI sejak bank
tersebut masuk pengawasan khusus
(special surveillance unit) pada 27 Oktober hingga 13 Desember 2004.
•Ketiga, direksi Bank Global tidak menunjukkan iktikad baik untuk
patuh pada aturan. Bahkan, dalam pengawasan BI dan kepolisian ada upaya secara
sengaja dari pihak bank tersebut untuk memusnahkan dan menghilangkan barang
bukti.
•Keempat, direksi, pejabat eksekutif, dan beberapa karyawan bank
publik itu diduga telah melakukan tindak pidana perbankan dengan merusak dan
menghilangkan dokumen-dokumen penting bank.
4.3 Hal yang
dicermati dari kasus ini
•Pertama, sebagai perusahaan terbuka, semestinya Bank Global
transparan dan menerapkan dengan seksama asas good corporate governance.
•Kedua, seperti dilansir Investor Daily Online (14/12/2004), bahwa
kehancuran Bank Global sangat boleh jadi disebabkan oleh sebuah kolusi antara
pengelola Bank Global dengan Prudence Asset Management (PAM).
•Ketiga, kasus Bank Global menarik diikuti karena kasus ini
mencoreng citra reksadana, sebuah instrumen pasar modal yang mengalami
pertumbuhan pesat selama dua tahun terakhir.
•Keempat, kasus Bank Global mencerminkan lemahnya pengawasan BI dan
Bappepam.
4.4 Kesimpulan dan Saran
Sehatnya sebuah bank tidak hanya berpatokan pada aset
(modal) semata, tetapi juga harus memperhitungkan faktor manajemen risiko yang
meliputi delapan faktor, yakni risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas,
risiko operasional, risiko hukum, risiko strategi, risiko kepatuhan dan risiko
reputasi. Tidak sedikit para bankir yang tidak bisa mengelola manajemen risiko
dengan baik, sehingga terjadi pelanggaran prinsip kehati-hatian bank. Yang
terpenting dari kasus-kasus pembekuan bank adalah pembelajaran bagi pemilik
maupun pengurus bank untuk bercermin diri dalam pengelolaan keuangan dan
manajemen perbankan agar tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang ada,
serta diharuskan menerapkan prudent banking. Lebih khusus lagi, bagi para
nasabah agar tidak gegabah dan senantiasa berhati-hati jika ingin menempatkan
dananya pada lembaga perbankan maupun lembaga keuangan lainnya.
สมัคร pg slot สมัครสมาชิก เพื่อรับความสนุกสนานที่กำลังจะเกิดขึ้นอย่างไม่เคยสัมผัสมาก่อนกับ pg slot เว็บสล็อตออนไลน์ที่กำลังมาแรงที่สุดในปีนี้ กับเกมสล็อต
BalasHapus